Oleh: H. M. Zuhri, S.HI, M.Pd.I,Wakil Ketua Umum MUI Kota Palangka Raya
PUASA Ramadan merupakan salah satu ibadah wajib yang dilaksanakan oleh umat Islam setiap tahun. Sebagai ibadah yang memiliki kedudukan tinggi dalam Islam dan salah satu rukun Islam, puasa Ramadan memiliki syarat dan rukun yang harus dipenuhi agar ibadah tersebut sah. Salah satu rukun puasa yang paling penting adalah niat.
Niat menjadi penentu sah atau tidaknya puasa seseorang. Namun, terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama mengenai kewajiban membaca niat di malam hari sebelum puasa Ramadan, sehingga penting untuk memahami perbedaan tersebut agar kita dapat menjalankan ibadah dengan baik dan tetap menghormati pendapat yang berbeda.
Niat Sebagai Rukun Puasa
Niat merupakan landasan utama dalam setiap ibadah, termasuk puasa. Rasulullah bersabda dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim:
إنَّمَا الأعمَال بالنِّيَّاتِ وإِنَّما لِكُلِّ امري
“Sesungguhnya amal perbuatan itu tergantung pada niatnya, dan setiap orang akan mendapatkan apa yang dia niatkan.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Dalam konteks puasa Ramadan, niat menjadi penentu apakah puasa seseorang diterima atau tidak. Tanpa niat, puasa dianggap tidak sah.
Oleh karena itu, memahami tata cara dan waktu niat puasa Ramadan sangat penting bagi umat Islam.
Perbedaan Pendapat Ulama tentang Waktu Niat
Terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama mazhab mengenai kapan niat puasa Ramadan harus dilakukan. Perbedaan ini terutama berkaitan dengan apakah niat harus diulang setiap malam atau cukup dilakukan sekali di awal bulan Ramadan.
Pertama, Mazhab Syafi’i: Niat Setiap Malam
Menurut Mazhab Syafi’i, niat puasa Ramadan wajib dilakukan setiap malam. Hal ini didasarkan pada pandangan bahwa setiap hari puasa Ramadan merupakan ibadah yang independen (mustaqillah) dan tidak terkait dengan hari sebelumnya atau setelahnya. Oleh karena itu, niat harus diulang setiap malam, mulai dari waktu Magrib hingga sebelum terbit fajar (imsak).
Imam Syafi’i menjelaskan dalam Kitab Al-Umm,
وَلَا يَصِحُّ صَوْمُ رَمَضَانَ إِلَّا بِالنِّيَّةِ فِي كُلِّ لَيْلَةٍ
“Tidak sah puasa Ramadan kecuali dengan niat di setiap malam.”
Pendapat ini juga didukung oleh hadis Rasulullah:
مَنْ لَمْ يُجْمِعِ الصِّيَامَ قَبْلَ الْفَجْرِ، فَلَا صِيَامَ لَهُ
“Barangsiapa yang tidak berniat sebelum fajar, maka tidak ada puasa baginya.” (HR. Abu Dawud dan An-Nasa’i)
Berdasarkan hadis ini, Mazhab Syafi’i menegaskan bahwa niat puasa Ramadan harus dilakukan di malam hari, sebelum terbit fajar. Jika seseorang lupa atau tidak berniat di malam hari, puasanya dianggap tidak sah.
Kedua, Mazhab Maliki: Niat Sekali di Awal Bulan
Berbeda dengan Mazhab Syafi’i, Mazhab Maliki berpendapat bahwa niat puasa Ramadan cukup dilakukan sekali di malam pertama bulan Ramadan. Hal ini didasarkan pada pandangan bahwa puasa Ramadan merupakan satu kesatuan ibadah yang tidak terpisah antara satu hari dengan hari lainnya.
Imam Malik menjelaskan dalam Kitab Al-Muwaththa,
يَكْفِي فِي نِيَّةِ صَوْمِ رَمَضَانَ النِّيَّةُ فِي أَوَّلِ لَيْلَةٍ مِنْهُ
“Cukup dalam niat puasa Ramadan dengan niat di malam pertama bulan Ramadan.”
Pendapat ini juga didukung oleh analogi (qiyas) dengan shalat, di mana niat shalat cukup dilakukan di awal dan tidak perlu diulang di setiap rakaat. Dengan demikian, niat puasa Ramadan dianggap berlaku untuk seluruh hari di bulan Ramadan, kecuali jika ada uzur seperti sakit atau bepergian yang mengharuskan seseorang untuk memperbarui niat.
Ketiga, Mazhab Hanafi dan Hambali: Niat Setiap Malam dengan Kelonggaran Waktu
Mazhab Hanafi dan Hambali memiliki pendapat yang mirip dengan Mazhab Syafi’i, yaitu niat puasa Ramadan harus dilakukan setiap malam. Namun, kedua mazhab ini memberikan kelonggaran waktu niat hingga separuh siang (Zuhur) bagi orang yang lupa atau tidak sempat berniat di malam hari.
Imam Hanafi menjelaskan dalam Kitab Al-Hidayah,
يَجُوزُ النِّيَّةُ فِي صَوْمِ رَمَضَانَ مِنَ الْمَغْرِبِ إِلَى نِصْفِ النَّهَارِ
“Niat puasa Ramadan boleh dilakukan dari maghrib hingga separuh siang.”
Sementara itu, Mazhab Hambali juga memberikan kelonggaran serupa, dengan syarat seseorang tidak melakukan hal-hal yang membatalkan puasa sebelum berniat.
Bacaan Niat Puasa Ramadan
Berikut adalah bacaan niat puasa Ramadan yang biasa digunakan:
Pertama, Niat Puasa Setiap Malam (Mazhab Syafi’i)
نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ عَنْ أَدَاءِ فَرْضِ شَهْرِ رَمَضَانَ هذِهِ السَّنَةِ لِلهِ تَعَالَى
“Aku niat berpuasa esok hari untuk menunaikan kewajiban puasa bulan Ramadan tahun ini, karena Allah Ta’ala.”
Kedua, Niat Puasa Satu Bulan Penuh (Mazhab Maliki)
نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ عَنْ أَدَاءِ فَرْضِ شَهْرِ رَمَضَانَ هَذِهِ سَنَةِ اللَّهِ تَعَالَى
“Aku niat berpuasa di sepanjang bulan Ramadan tahun ini, wajib karena Allah Ta’ala.”
Kesimpulan
Kewajiban membaca niat di malam hari sebelum puasa Ramadan merupakan hal yang penting untuk memastikan sahnya ibadah puasa. Meskipun terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama mazhab, semua sepakat bahwa niat harus dilakukan dengan penuh kesadaran dan keikhlasan.
Mengenai perbedaan pendapat mengenai niat puasa Ramadan, setiap mazhab memiliki dalil dan argumentasi masing-masing. Mazhab Syafi’i, Hambali, dan Hanafi berpendapat bahwa niat harus dilakukan setiap malam sebelum fajar, sementara Mazhab Maliki membolehkan niat di awal bulan untuk satu bulan penuh.
Oleh karena itu, dalam menjalankan ibadah puasa, hendaknya setiap Muslim tetap berpegang pada keyakinan yang diyakini benar sesuai dengan mazhab atau keyakinan yang dianut, namun tetap menghormati pendapat yang berbeda. Hal yang terpenting adalah menjaga keikhlasan dan kekhusyukan dalam beribadah, tanpa saling menyalahkan satu sama lain dalam hal yang masih menjadi ranah perbedaan di kalangan ulama.
Wallahu a’lam bish-shawab.